KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Belajar pada
hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri
individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu
yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor
(Bloom, 1974)
Dalam pembahasan
makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan
sosial dan emosi pada masing-masing (individu) anak usia dini, maka diharapkan
mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian sosial dan emosi, serta
menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai emosi dalam diri manusia, serta
memahami penahapan perkembangan sosial.
1.2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah model
pembelajaran difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan sosial dan
emosi anak usia dini.
1.3. Tujuan
Dalam penulisan
makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan emosi dan
sosial anak usia dini.
1.4. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini bagi :
a.
Pendidik (Guru)
Sebagai bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya
memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia dini.
b.
Sekolah
Mampu menerapkan dan memahami metode
perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan
dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah.
Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (Belajar Tuntas) (Depdiknas 2004:4).
Selanjutnya dijelaskan bahwa, Kurikulum dilaksanakan dalam
rangka membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik pisik maupun
psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai- nilai agama, sosial ,
emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik, kemandirian, dan seni untuk siap
memasuki pendidikan dasar (Depdiknas, 2004:4). Model pembelajaran ini
diharapkan dapat menjadi inspirasi dan referensi bagi semua pihak yang
memberikan layanan pendidikan pada anak usia dini.
Perkembangan
sosial dan emosi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami dasar
teoritis tentang emosi dan sosial yang dimiliki anak usia dini.
Pengembangan sosial dan emosi
ini meliputi :
a.
Pembahasan tentang perkembangan/ pengertian
sosial dan emosi anak usia dini.
b.
Proses perkembangan sosial.
c.
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak
usia dini.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian
Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
a. Perkembangan
Sosial
Menurut
Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon
politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa
"sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial",
sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di
mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan
sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta
belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan
sosialnya".
Muhibin
(1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social
self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,
bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku
sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
b. Perkembangan
Emosi
Jika
kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah
merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia
sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat
dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak.
Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga
orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang
anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita
meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya
direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih*mudah
diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan
iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun,
apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau
"mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk
mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
Contoh-contoh
perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya
yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda
dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi
adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau
tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary(1994:
690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat".
Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam
perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan
bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak".
Syamsuddin
(1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang
kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid
up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya
suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa
emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun
getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai
terjadinya suatu perilaku.
3.2. Proses
Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk
menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi.
Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan
satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu
sebagai berikut.
1. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat
diterima masyarakat.
2. Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3. Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap
individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada
perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan
terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu
nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya
mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok
yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu
menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri.
Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang
lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak
berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak
tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak
sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu
antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi
dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak
atau dikucilkan oleh kelompok sosial.
Selain
kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu
yang introvert dan extrovert. Introvert adalah
kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat,
sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan,
pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya
pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa
dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovertadalah kecenderungan seseorang
untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan
keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa
yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya
cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan extroverthanya
merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang
menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan
barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain
menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki
kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan
lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya
bisa terpuaskan.
Ada
dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian
diri baik, yaitu sebagai berikut.
1. Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2. Menikmati pengalamannya.
3. Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya.
Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran
kakak terhadap adiknya.
4. Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5. Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa
bahagia.
6. Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan
konflik yang minimum.
7. Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa
pilihannya itu salah.
8. Merasa puas dengan kenyataan.
9. Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk
bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10. Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk
kegagalannya.
11. Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan
bermain pada saat main.
12. Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13. Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14. Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau
merasa haknya terganggu.
15. Dapat menunjukkan kasih sayang.
16. Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17. Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18. Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19. Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang
tak ada habisnya.
20. Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang
baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu,
sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.
3.3. Fungsi
dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah
kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu,
selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada
perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat
menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Sebagai contoh,
anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan
menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya
pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal.
Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya
dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan
penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain berikut ini.
1) Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan
sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan
sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian
ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak,
sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai
contoh, seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis,
lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng".
Anak akan diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah
sering mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadi over
protective. Penilaian dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng"
ini akan mempengaruhi kepribadian dan penilaian diri anak.
2) Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat
mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan
lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak dapat belajar untuk
membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
3) Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis
lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok
maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya
permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.
4) Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang
dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka
menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun
menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga
akhirnya menjadi kebiasaan.
5) Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat
atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami
stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut
untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger
painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan
dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih
motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi
orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah
kesempatan pengembangan dirinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Melalui metode
perkembangan sosial dan emosi anak usia dini penulis mampu menarik kesimpulan
bahwa perkembangan sosial dan emosi berperan penting dalam kehidupan anak,
selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat
dikenali dan ditanggapi secara positif, maka kita perlu meningkatkan pelayanan
dan selalu peka terhadap perkembangan sosial dan emosi anak didik kita, baik
secara pribadi maupun menyeluruh.
4.2. Saran
Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
a.
Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami
perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b.
Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu
tentang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran
2.
Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta
: Gramedia.
3.
Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed.
Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.
4.
Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.
5.
Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi
Revisi). Bandung : Remaja Rosyada Karya.
No comments:
Post a Comment