KATA
PENGANTAR
Pertama-tama
perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan puji syukur kepada Allah
SWT sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul Berpilaku
taat dan kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja dalam Islam
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memahami aspek pendidikan agama islam terutama
untuk perilaku terpuji. Dengan mempelajari isi dari makalah ini diharapkan
generasi muda bangsa mampu menjadi islam yang sesungguhnya, saleh, beriman
kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ucapan
terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan semua pihak yang
telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide untuk menyusun
makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan
maupun kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta komentar yang dapat
kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
Jepara, 02 Agustus 2018
Penyusun,
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .............................................................................................................. 1
DAFTAR
ISI .............................................................................................................................. 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.............................................................................................................. 3
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................ ............................ 3
1.3.
Tujuan Penulisan.............................................................................. ............................ 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Berkompetisi…………………………………………............................. 4
2.2 Pengertian Kebaikan
………………………………………………............................ 4
2.3
Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT dalam
Surat
Al-Baqarah:148 dan Surat Al Fathir : 32……………………............................. 5
2.4. Pentingnya Taat Kepada Aturan Dalam Islam……………………............................. 7
2.5. Perilaku Etos Kerja………………………………………………............................... 8
BAB II
PENUTUP
3.1
Kesimpulan...................................................................................... ............................. 9
3.2
Saran................................................................................................ ............................. 9
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. ............................. 10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah
SWT telah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal
mengenal. Allah SWT juga telah menurunkan kepada ummat manusia setiap masa
seorang Rasul dengan membawa syari’atnya masing-masing. Kita tahu ada ummat
Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Islam, serta ummat yang lain. Setiap ummat pemeluk
agama ( Kabilah ) mempunya kiblat sendiri, Orang Yahudi mempunyia Kiblat
sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Orang Nasrani juga mempunyai kiblat
sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Allah memberi petunjuk
kepada Ummat muhammad kepada Kiblat yang di ridhoi Allah SWT yaitu Ka’bah.
Ummat
Islam di perintah oleh Allah SWT untuk berlomba-lomba dengan ummat yang lain
dalam berbuat kebaikan, semua perbuatan akan mendapatkan penilaian dari Allah
SWT, amal siapakah yang dinilai baik oleh Allah SWT? Jawabannya
tentu
harus di kembalikan kepada Allah SWT.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan
dibahas pada makalah ini, yaitu :
1. Apa
pengertian dari berkompetisi ? dan Apa pengertian kebaikan?
3. Bagaimana
penjelasan perintah Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah:148serta Surat
Al Fathir : 32
1.3. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar kita mengetahui dan memahami
perintah Allah SWT untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.
2. Untuk mengingatkan kita agar senantiasa
berbuat kebaikan, kapanpun dan dimanapun.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Berkompetisi
Kompetisi
adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan
dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut
Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok
memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward
dalam suatu situasi.
2.2 Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan,
yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik
dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value),
apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia
menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang
pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus
mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Tingkah
laku atau perbuatan menjadi baik dalam
arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan
melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan
perbuatan manusiadapat dipandang melalui beberapa cara, yaitu :
a) Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
b) Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.
c) Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan,
intrinsic)
d) Lahiriah, berasal
dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik)Perbuatan yang sendirinya
jahat tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan atau keadaan.
Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai
kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasandan
keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup
untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatanhanya akan dikurangi.Perbuatan
netral memproleh kesusilaannya, karena alasan dan keadaannya.Jika ada beberapa
keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau netral
dipergunakan.
2.3 Berkompetisi dalam
Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Surat Al
Fathir : 32
Berikut ini adalah beberapa ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita Ummat Islam untuk berlomba-lomba
dengan ummat yang lain dalam berbuat kebaikan. Diantaranya Surah al-Baqarah
ayat 148 dan surah fathir ayat 32 :
A. Surah Al-Baqarah,2: 148
Isi Kandungan
Tiap tiap umat ada kiblatnya masing
masing yang dijadikan arah untuk ibadah pada zamanya. Umat Islam menhadapkan
wajahnya dalam beribadah menuju ke arah Masjidil Haram yang di dalamnya ada
bangunan Kakbah. Umat nabi Ibrahim dan Ismail juga menghadap ke arah Kakbah
sedangkan umat Bani Izrail dan umat Nasrani menghadap ke arah Baitul Maqdis.
Allah swt memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam beribadah
kepadaNya dengan menunjukkan rah kiblat yang sudah di tentukan. Manusia yang
taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah tentu akan melaksanakan
dengan penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar akan mencari dan membuat arah
kiblat sendiri sesuai dengan keinginanya.
Allah swt akan dapat menilai dan
melihat hamba hambanya yang patuh dan taat, dapat pula melihat hambanya yang
melanggar serta meninggalkan perintahnya. Manusia yang senantiasa berbuat baik
dan taat pastilah Allah akan membalasanya dengan pahala berupa Syurga,
Sedangkan manusia yang lalai dan meninggalkan perintah Allah maka tempatnya
adalah di Neraka yang apinya senantiasa menyala nyala.
Hari kiamat sebagi hari pembalasan
akan menjadi suatu masa bahwa setiap perbuatan manusia akan diminta
pertanggungjawabanya. Perbuatan baik sekecil appun pasti akan mendapat
balasanya demikian juga perbuatan buruk atau jahat sekecil apapun juga akan
mendapat balasan yang sangat adil dan setimpal. Tak ada satupun manusia di hari
kiamat yang akan dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah swt. Kehidupan di
akhirat hakekatnya adalah kehidupan hakiki dan merupakan kehidupan yang
sebenarnya,oleh karena itu kehidupan yang sebentar di dunia ini hendaklah benar
benar digunakan dengan sebaik baiknya untuk di isi dengan amal perbuatan yang
baik. Kebahagiaan manusia di akhirat sesungguhnya ditentukan oleh kebahagiaan
di dunia ini dengan satu syarat senantiasa melakukan dan melaksanakan syariat
Allah dengan sebaik baiknya.
Allah swt sudah memberikan gambaran
dan peringatan agar manusia berhati hati dalam hidup ini sebagaimana banyak
tertuang dalam firman Allah yang berisi agar manusia berbuat baik, karena
setiap perbuatan akan kembali kepada manusia itu sendiri. Seperti disebutkan
dalam Al quran surat, Al-baqarah ayat; 25,58,83,195, Al-Maidah : 13, Al-An`am :
84, Al-A`raf : 56, Yunus: 26, dan Surat Yunus : 7
Selain firman Allah tersbut masih
banyak surat dalam Al quran yang memerintahkan untuk berbuat baik. Maka dengan
niat penuh keikhlasan hendaklah kita awali dan perbaharui hidup ini dengan niat
untuk senantiasa melakukan amal amal perbuatan yang baik.
Penerapan dalam Kehidupan
Sehari-hari
· Kita
harus berusaha untuk menjadi pribadi yang selalu berusaha untuk berbuat
kebaikan sebanyak-banyaknya, dan juga meyakini bahwa nantinya akan ada hari
kiamat/hari pembalasan.
· Meyakini
bahwa setelah hidup di dunia masih ada kehidupan yang selanjutnya yaitu di alam
kubur dan alam akhirat, sehingga di dunia ini kita harus berbuat kebaikan yang
sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat nanti.
· Sebagai seorang muslim
kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, contohnya, adalah
menggunakan waktu luang untuk memperbanyak ibadah kepada Allah swt.
· Memperbanyak berbuat
kebaikan karena nantinya akan mendapatkan pembalasan di hari pembalasan nanti.
Ingat, bahwa kebaikan sekecil apapun yang kita kerjakan selama di dunia ini
pasti akan mendapatkan balasan, sebaliknya kejahatan sekecil apapun juga akan
mendapatkan balasan.
· Senang berbuat baik
terhadap diri sendiri dan orang lain serta alam sekitarnya sebagai bukti dari
keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt.
· Di sekolah kita harus
berlomba-lomba dalam kebaikan, misalnya dalam belajar, dalam mengerjakan
ulangan secara jujur, sehingga kita bisa mendapatkan nilai yang terbaik dan
memuaskan.
B. Surat Al Fathir : 32
Isi Kandungan :
Berdasarkan surat dan ayat di atas
Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia :
1.
Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan
menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah
SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.
2.
Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada
pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan
melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.
3.
Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif
dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan
senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat.
Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu
dalam kehidupan sehari hari.
Allah swt mewariskan kitab ( Al
Quran ) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa
yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia
memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang
telah Allah wariskan. Ada diantara mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh
sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal perbuatan baik karena mendapatkan
ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya tanpa mau
mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa
yang dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia
yang tidak mau beramal baik sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal
perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang lebih banyak manusia
itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu
melanggar.
Kitab Allah ( Al-Quran ) merupakan
satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan
hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia
dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung
dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan
dapat membaca Al-quran dengan baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta
mengamalkan apa yang ada didalamnya.
Sayid Sabiq dalam kitabnya telah
membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :
1.
Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat
hina karena senantiasa mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang
merupakan godaan syaitan.
2.
Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat
salih dan berhati hati serta instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila
terperosok kedalam kemungkaran.
3.
Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia yang paling tinggi derajatnya karena
memiliki ruhani dan jiwa yang tenang, suci, dalam keadaan selalu melakukan
kebaikan kebaikan dan beramal shalih.
Penerapan dalam Kehidupan
Sehari-hari
·
Kita harus selalu berusaha untuk
menjadi orang-orang yang bertaqwa dengan menjalankan apa-apa yang telah
diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang telah menjadi larangannya.
·
Selalu berusaha semaksimal mungkin
dalam berbuat kebaikan
·
Bertaubat apabila melakukan suatu
kejahat, dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi
·
Menjadikan amal shalih sebagai
kebutuhan kita
2.4. Pentingnya Taat Kepada Aturan Dalam Islam
· Pengeritan
Taat. Taat artinya tunduk, baik kepada Allah Swt., pemerintah, orang tua
dan lain-lain, tidak berlaku curang, dan setia.
· Pengertian
aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada
aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah diatur
baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di rumah terdapat
aturan, di sekolah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat
aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat dengan
maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa
adanya tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang
berlaku. Taat kepada Allah Swt. adalah hal yang paling utama, namun kita juga
harus taat kepada para pemimpin kita selama tidak bertentangan dengan aturan
agama.
· Aturan
yang tertinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu aturan-aturan
yang terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh
Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan
yang dibuat oleh para pemimpin (amir), baik pemimpin pemerintah, negara,
daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
· Peranan
para pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada
suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan stabil tanpa adanya pemimpin.
Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut
akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena
itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan
ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak melakukan maksiat), akan
terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
· Ayat
dan hadis yang berhubungan dengan ketaatan pada aturan dan pimpinan. Dalam
agama Islam, banyak dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah,
selain dalam hal maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah dalam Al-Quran
:
· "Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu." (QS. An-Nisa: 59)
2.5. Perilaku Etos
Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah
pandangan hidup yangg khas dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah
semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok.
Etos berasal
dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap
serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja
Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang
muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai
suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.
Etos
Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).
Etos
Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi
dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman
bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan
martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan
dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia
yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, “Dan tidak
Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS.
adz-Dzaariyat : 56).
Bekerja
adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang
didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba
Allah SWT.
Apabila
bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan
bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk
menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan
fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai
manusia.
Setiap
muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga
gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja
secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan
salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak
ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi
manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak
memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya
merupakan tindakan yang tercela. Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat
sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah. Dan cara
pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi
kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu),
dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensisyariat (aku
berbuat).
Perilaku mulia dalam etos kerja yang
perlu dilestarikan adalah:
1. Meyakini
bahwa dengan kerja keras, pasti ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan
(“man jada wa jada” – Siapa yang giat, pasti dapat)
2. Melakukan
sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan
mulai dari sekarang.”
3. Pentang
menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.
وَقُلِ
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu,
maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang
mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang maha mengetahui yang gaib
dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kemu
kerjakan.” (Q.S. At-Taubah/9 : 105)
Pada Q.S. At-Taubah/9: 105
menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam
melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai
amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada
Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat
baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan
diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.
BAB
II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suatu
nikmat apabila telah disyukuri, Tuhan berjanji akan menambahnya lagi. Dan
janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak syukur
atas nikmat adalah suatu kekufuran. Kalau nikmat yang telah dianugerahkan Allah
tidak disyukuri, mudah saja bagi Allah mencabutnya kembali, dan menghidupkan
kita di dalam gelap.
Meskipun
Rasul sudah diutus, ayat sudah diberikan, al-Qura'n sudah diwahyukan, hikmat
sudah diajarkan dan kiblat sudah terang pula, semuanya tidak akan ada artinya
kalau tidak ingat kepada Allah (zikir) dan bersyukur. Orang yang tidak
mensyukuri nikmat Tuhan yang telah ada, tidaklah akan rnerasai nikmat Islam
itu. Maka zikir dan syukur, adalah dua pegangan teguh yang banyak diterangkan
di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.
Dari
penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa manusia tak lepas dari
sebuah dosa. Dimanapun kita berada pasti kita sering melakukan dosa setiap
harinya ,entah kita sadari atau tidak.Apabila kita ingin berbuat baik kepada
orang lain.Terkadang kita salah mengerti dengan keadaan orang tersebut sehingga
terjadi salah paham diantara sesama.
Dimanapun
kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah
perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada.
Berikanlah yang terbaik untuk sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih
dahulu agar kita terhindar dari rasa kesalahpahaman antar sesama serta tidak
ada yang dirugikan atas semua tindakan baik kita.
3.2 Saran
Berbuat
kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah untuk berlomba-lomba
dalam berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist.
DAFTAR
PUSTAKA